Artefak Aksi Nyata Modul 1
Jadwal Implementasi Program PGP Angkatan 6
Ki Hajar Dewantara mengumpamakan sekolah sebagai sebuah ladang tempat persemaian bibit, agar bibit bisa perkembang secara maksimal maka petani dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara bibit tanaman, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup bibit tanaman dan lain sebagainya.” Dari uraian tersebut, kita dapat memahami bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok tanam sehingga guru harus mengusahakan sekolah jadi lingkungan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi murid dari hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian, karakter murid tumbuh dengan baik sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.
Salah satu cara yang dilakukan guru dalam membantu siswa tumbuh maksimal mempunyai karakter profil pelajar Pancasila adalah dengan membangun budaya positif yang berpihak pada murid, membangun keyakinan atau visi sekolah yang menumbuhkan dan mengembangkan budaya positif. Dalam mewujudkan budaya positif perlu adanya disiplin positif. Mari kita bahas tentang konsep disiplin positif dan motivasi melakukan disiplin positif dalam budaya positif.
Paket Modul 1 : Modul 1.1
24 Agustus 2022 Pembukaan Oleh Mendikbudristek
29 Agustus 2022 Pre-Test
30 Agustus 2022 Mulai dari Diri & Eksplorasi Konsep (Mandiri)
31 Agustus 2022 Eksplorasi konsep - Forum diskusi
01 September 2022 Ruang Kolaborasi
02 September 2022 Ruang Kolaborasi
03 September 2022 Lokakarya Orientasi
05 September 2022 Demonstrasi Kontekstual
06 September 2022 Demonstrasi Kontekstual
07 September 2022 Elaborasi Pemahaman/ Koneksi Antar Materi
08 September 2022 Elaborasi Pemahaman/ Koneksi Antar Materi
09 September 2022 Aksi Nyata
10 September 2022 Jurnal Refleksi Dwimingguan
Disiplin banyak orang yang memaknai sebagai sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan dan memiliki kecenderungan ketidaknyamanan serta sering dihubungkan dengan tata tertib yang berkaitan dengan sanksi dan hukuman bagi yang melanggarnya.
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa untuk mewujudkan murid yang merdeka, murid harus memiliki disiplin yang kuat yang berasal dari dirinya ataupun berasal dari luar diri. Yang dinyatakan dalam bukunya yaitu pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470 yang berbunyi
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka
Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah: mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid yang dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna. bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal.
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa murid yang memiliki disiplin positif akan memiliki motivasi internal yang tinggi dalam mengusai diri untuk melakukan Tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal. Sebagai pendidik tugasnya adalah membimbing siswa untuk memiliki disiplin diri yang berasal dari dirinya sendiri. Siswa dalam melakukan disiplin positif tidak terlepas dari motivasi yang ingin dicapai oleh siswa itu sendiri, berikut 3 Motivasi Perilaku Manusia
Menurut Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline,
menyatakan ada 3 alasan motivasi perilaku manusia yaitu
Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya
Dari ketiga motivasi prilaku manusia dalam mewujudkan disiplin positif yang harus ditanamkan dalam murid-murid adalah motivasi yang nomer 3 karena dengan memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau
hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.
Paket Modul 1 : Modul 1.2
12 September 2022 Mulai dari Diri & Eksplorasi Konsep (Mandiri)
13 September 2022 Eksplorasi konsep - Forum diskusi
14 September 2022 Eksplorasi konsep - Forum diskusi
15 September 2022 Ruang Kolaborasi
16 September 2022 Ruang Kolaborasi
19 September 2022 Demonstrasi Kontekstual
20 September 2022 Demonstrasi Kontekstual
21 September 2022 Elaborasi Pemahaman/ Koneksi Antar Materi
22 September 2022 Elaborasi Pemahaman/ Koneksi Antar Materi
23 September 2022 Aksi Nyata
24 September 2022 Jurnal Refleksi Dwimingguan
10 Oktober 2022 Pendampingan Individu
14 Oktober 2022 Pendampingan Individu
15 Oktober 2022 Lokakarya 1
Setiap tindakan atau perilaku yang kita lakukan di dalam kelas dapat menentukan terciptanya sebuah lingkungan positif. Perilaku warga kelas tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang akhirnya membentuk sebuah budaya positif. Dalam mewujudkan prilaku warga sekolah yang memiliki budaya positi hal pertama perlu diciptakan dan disepakati adalah membuat keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga kelas untuk mendapatkan nilai-nilai kebajikan yang disepakati Bersama.
Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja ? jawabannya adalah suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu yang membuat ketidaknyamanan dan keterpaksaan. Berikut adalah cara pembuatan keyakinan kelas
Pembuatan Keyakinan Kelas:
Keyakinan kelas hendaklah bersifat lebih ‘abstrak’
Keyakinan kelas dituliskan berupa pernyataan-pernyataan universal.
Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan Sesuai dengan kondisinya
Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu
Demikianlah pembahasan Budaya Positif yang akan penulis lanjutkan di part 2 tentang pemenuhan kebutuhan dasar, 5 posisi kontral , dan segitiga restitusi
Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat satu persatu kelima kebutuhan dasar ini.
Paket Modul 1 : Modul 1.3
26 September 2022 Mulai dari Diri & Eksplorasi Konsep (Mandiri)
27 September 2022 Eksplorasi konsep - Forum diskusi
28 September 2022 Eksplorasi konsep - Forum diskusi
29 September 2022 Ruang Kolaborasi
30 September 2022 Ruang Kolaborasi
03 Oktober 2022 Demonstrasi Kontekstual
04 Oktober 2022 Demonstrasi Kontekstual
05 Oktober 2022 Elaborasi Pemahaman/ Koneksi Antar Materi
06 Oktober 2022 Elaborasi Pemahaman/ Koneksi Antar Materi
07 Oktober 2022 Aksi Nyata
08 Oktober 2022 Jurnal Refleksi Dwimingguan
Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas kita selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat memerdekakan dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer.
Restitusi Sebuah Cara Menanamkan disiplin positif Pada Murid Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004) Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik. Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang-menang.
Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya.
Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan
Restitusi memperbaiki hubungan
Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan
Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri
Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan
Restitusi diri adalah cara yang paling baik, Restitusi menguatkan
Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan
Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya
Disarikan dari Buku It’s All About WE; Rethinking Discipline using Restitution, Third Edition, Diane Gossen, 2008
Paket Modul 1 : Modul 1.4
10 Oktober 2022 Mulai dari Diri & Eksplorasi Konsep (Mandiri)
11 Oktober 2022 Eksplorasi konsep - Mandiri
12 Oktober 2022 Eksplorasi konsep - Forum diskusi
13 Oktober 2022 Eksplorasi konsep - Forum diskusi
14 Oktober 2022 Ruang Kolaborasi
17 Oktober 2022 Ruang Kolaborasi
18 Oktober 2022 Demonstrasi Kontekstual
19 Oktober 2022 Demonstrasi Kontekstual
20 Oktober 2022 Elaborasi Pemahaman/ Koneksi Antar Materi
21 Oktober 2022 Elaborasi Pemahaman/ Koneksi Antar Materi
22 Oktober 2022 Jurnal Refleksi Dwimingguan
24-27 Oktober 2022 Aksi Nyata
25 Oktober 2022 POST TEST PAKET MODUL 1